July 1, 2012

How My 18th Birthday was

Sedikit alay tapi mau nunjukkin rambut baru :D
Selama 2 tahun ke belakang gue nulis sebuah post berjudul sama pada tanggal yang sama: "what I did one day before my birthday". Tapi kali ini tidak karena kemarin gue emang cuman jaga rumah dengan harapan orang rumah beliin kado (ngomong-ngomong hasilnya di luar ekspetasi).

Awal 1 Juli gue diawali dengan... sare. Kemudian HP gue yang kebetulan disetting bervolume loud kedatangan sebuah SMS sehingga membangunkan gue dan... SMS dari mas Kinan! Ih dia orang pertama yang ngucapin tau... coba kalo dia cowok. Dia pasti bebas dari friendzone (kalo jadinya ganteng huehehehe).

Gue kembali tidur dan bangun jam 9 pagi karena bunyi BBM di HP nyokap yang sama gordesnya dengan HP gue. Mau tidur lagi tapi ah gue ga mau menyia-nyiakan hari kurang umur gue dan langsung berangkat dari kasur. Sayangnya, tidak ada yang mengucapkan ultah ke gue, entah lupa atau pura-pura lupa, sebelum ponakan gue Pier dan sang mommy mengucapkannya duluan. Kasian banget sih gue.

Setiap taun ultah gue dan kedua abang gue dirayakan di hari ulang taun gue. Itulah yang namanya praktis sekaligus pelit. 4 tahun yang lalu, ulang tahun gue dirayakan di sebuah warung steak bernama Pasadena dengan sebuah kue tart yang ditancapkan 4 buah lilin yaitu angka 2, 2, 1, dan 4. Menciptakan 3 umur yang gue dan abang-abang gue tijak (?) saat itu: 22, 21 dan 14. Itu salah satu contoh kreatif sekaligus ga mau rugi.

Ulang tahun kali ini gue yang menentukan (ah sebenarnya tiap taun juga gue yang menentukan), gue milih di tempat makan Sushi. Begitu ada SMS dari bokap, nyokap gue langsung nyamber, "Ti, ajak makan. Biar dia yang bayar," ya, itu juga salah satu contoh ga mau rugi.

Setelah itu kita berenam berangkat ke Shin Men yang di Ciwalk. Enam orang itu gue, nyokap, dua abang gue, Pier, dan di mobil yang berbeda, bokap. Kita makan, membicarakan masa depan gue dan abang-abang gue, nyokap cerita tentang gue kalo pacaran sama Kye dan bagaimana Nanta bilang dia suka ke gue lewat nyokap, dll.

Di Shin Men itu yang lagi dapet diskon kartu kredit Danamon dan bank Mega. Yang punya Mega cuman nyokap. Di saat-saat terakhir kita di tempat itu, nyokap sempat bilang kalau kartunya sudah overlimit tapi coba aja dulu.

Setelah mba-mbanya kembali dan mengatakan, "bisa dipake ternyata bu", nyokap langsung facepalm dan berkata lirih, "rugi aku, rugi", kalau di sinetron nyokap gue kayak antagonis yang rencananya hancur. Ia lalu meminta agar bokap berjanji mau gantiin uangnya.

Kemudian kita kembali ke tempat parkir. Gue meminta uang kepada bokap dengan alasan bertahan hidup (klise, namun selalu berhasil) dan abang gue yang udah punya anak juga minta uang dengan alasan klise lainnya: "buat Pier". Bokap juga ngasih, tapi ngasih langsung ke anaknya. Hari itu, Pier menggenggam uang gocap itu erat-erat.

Nyokap gue punya kebiasaan bikin janji sama orang lain ketika dia udah bikin janji sama anaknya. Jadi dia minta dianterin ke Cimindi sebentar, eh bukan sebentar, tapi LAMA. Setelah itu kita bertiga mengeluh ingin pulang, nyokap mengizinkan dan minta dijemput di Pesantren 2 jam kemudian.

Unfortunately, none of us bring the home key. Abang gue yang pertama ninggalin kuncinya di kamarnya, abang gue yang kedua punya kunci kamarnya sendiri (pintunya di sebelah pintu rumah) tapi ditinggalin di kamar, sementara kunci gue nyangkut di kunci motor which means, gue juga ga bawa.

Setelah kedua abang gue belajar kilat cara menjadi maling di rumah sendiri, akhirnya mereka menyerah. Kita kembali ke tempat nyokap berada. Di perjalanan itulah, kami mempelajari satu hal: durhaka ke orang tua, apalagi ke nyokap itu emang ga boleh. Tapi yang paling penting, kalo mau durhaka ke nyokap jangan barengan...

Setelah waktu pulang gue terdelay lama sekali, akhirnya kita sampai di rumah dan gue mematikan PC yang dibiarkan menyala karena sedang mendownload game #inipentingbanget. Kemudian membuka laptop nyokap sebagai gantinya, menulis ini, kemudian berkata pada diri sendiri,

"Happy 18th birthday~"

Namun di saat yang sama, gue jadi merasa benci pada yang namanya growing up. Karena gue mengalami peterpan syndrome tingkat akut. I love being childish. Perkataan gue ga harus gue perhatikan. Eh harus sih. Tapi kalo lagi ga sadar, mostly people will consider it as a joke.

Gue suka pas gue ulang taun ke 17, tapi pas 18. Gue sadar itu adalah angka dimana kita seharusnya dewasa. Sementara gue suka menjadi kekanak-kanakan, gue jadi takut menjadi dewasa.

Mau nikahnya aja.

1 comment:

Komentarnya boleh apa aja deh asal gak berbau porno, SARA, dan menggunakan bahasa yang gak patut dikeluarkan seperti binatang-binatang itu atau yah itu lah.

Makasih X3